He once to be underestimated at his first nomination, he is a black man, he is the black man for the white house, he is Barack Obama. I personally congratulate you on being the 44th US President and the first Afro-American President in US history. You have inspired many people that dream can comes true if we work extra hard. My salute is also for Mr. John McCain who had shown us that he is really a high-minded person. He gave very good example of how to be a leader who is ready to be a winner and a loser as well. He failed respectably, and it is much more beautiful to lose that way then win by “dirty” way. Next year (2009) my country will vote for a new president as well. I hope Indonesia can take positive lessons from the election in US. I hope so!
Sebuah blog berisi catatan tentang peristiwa atau fenomena di sekitar yang diangkat dari sudut pandang sendiri
Showing posts with label International. Show all posts
Showing posts with label International. Show all posts
Thursday, November 6, 2008
Barack Obama, A Black Man for The White House
We have been following a quite long process of US presidential election. Political journey of the contestants seemed to be world headlines for the last few months replacing Iraqi War Issue that previously dominated top stories of world media. We finally found out who is about to run the most powerful country for the next 5 years.
Saturday, August 30, 2008
Barack Obama, A Wind Of Change

Dicalonkan sebagai kandidat presiden dari partai Demokrat membuat Barack Obama harus bersaing dengan riva-rival calon presiden partai Democrat yang lain seperti Hillary Clinton mantan first lady Amerika. Awalnya banyak pengamat yang menyangsikan kemampuan Obama bersaing dalam pemlihan awal atau yang dikenal dengan istilah Primary. Namun faktanya, dia sudah ditetapkan sebagai calon tunggal dalam konvensi partai Demokrat 27 Agustus 2008 lalu yang dilaksanakan tepat pada momen bersejarah Amerika yaitu hari dimana Marten Luther King memberikan pidatonya yang berjudul “I Have A Dream”. Seluruh delegasi mencalonkan secara aklamasi senator Barack Obama sebagai Calon tunggal presiden, termasuk Hillary pun memberikan dukungan penuh kepadanya. Berkut adalah adalah video pidato Hillary yang ia sampaikan. Seperti tidak mau ketinggalan, rival utama Barack Obama, John McCain, Capres dari partai Republik, sepertinya tidak kehilangan akal untuk mendapatkan kembali perhatian publik. Menarik diketahui apa yang dilakukan McCain, ia membuat iklan TV yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Barack sebagai Capres dari Partainya. Coba anda pikir bagaimana kalau McCain malah menyerang Obama, apa yang mungkin akan terjadi? McCain menyadari perhatian semua “lampu sorot” tertuju pada Obama dan sepertinya malam itu memang malam miliknya. Kalau saja McCain menyerang Obama, mungkin akan membuat pemilih kurang simpati padanya. Berikut cuplikan video iklan John McCain.
Di Indonesia sendiri rupanya terlalu besar harapan yang diletakkan di Pundak Barack Obama. Dengan anggapan pernah tinggal di Indonesia akan membuat banyak perubahan yang menguntungkan bagi Indonesia, setidaknya dapat sedikit menghilangkan citra negatif Amerika di mata sebagian warga Indonesia dan begitu pula sebaliknya.
Bagi penulis, yang membuat saya tertarik mengangkat topik ini adalah tema yang diusung Barack Obama dalam setiap kampanyenya, yaitu “Change we can believe in”. Faktanya, dia adalah seorang Capres kulit hitam Amerika yang pertama yang dinominasikan oleh partai besar. Faktanya, dia masih muda untuk dicalonkan sebagai presiden. Faktanya, dia satu-satunya Capres Amerika yang pernah bersekolah di Indonesia. Faktanya, he truly inspires me.
Friday, April 4, 2008
Indonesia dan Malaysia, Kawan atau Lawan?
Membicarakan hubungan antara Indonesia dan Malaysia tampaknya tak akan pernah habis. Selalu saja ada yang menarik untuk dibahas. Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memang tak pernah luput dari persoalan, baik yang muncul dari dalam maupun luar negeri. Kemiskinan, pengangguran, kebodohan, bencana alam, terorisme dan lain sebagainya sepertinya enggan beranjak dari bumi Garuda ini. Alhasil, sebagian rakyat negeri ini merasa masih jauh dari kemerdekaan yang sejati. Semua masalah di atas membuat bangsa ini rentan terhadap perpecahan atau disintegrasi yang pada akhirnya semakin melemahkan posisi Indonesia di mata regional maupun internasional.
Dalam kaitan dengan pergaulan internasional, perjalanan Indonesia dalam meniti hubungan dengan negara-negara tetangganya seperti Malaysia, sering dihadapkan pada kerikil-kerikil tajam yang menggangu hubungan kedua negara yang katanya serumpun ini. Mulai dari sengketa wilayah, tenaga kerja Indonesia (TKI), perlakuan buruk terhadap WNI di Malaysia, klaim kepemilikan lagu, tari, batik, alat musik dan produk seni asli Indonesia lainnya, adalah beberapa isu yang membuat hubungan kedua negara ini acapkali renggang dan memanas. Setiap kali ada sesuatu yang dianggap merugikan pihak Indonesia, pasti akan diikuti reaksi keras yang cenderung anarkis dari masyarakat. Salah satu di antaranya adalah klaim negara jiran tersebut terhadap lagu rakyat Maluku yang berjudul “Rasa Sayange” yang diakui sebagai milik mereka. Lagu ini dipakai pada iklan kampanye pariwisata mereka dengan merubah lirik dan judulnya menjadi “Rasa Sayang Hey”. Contoh lain adalah kasus penganiayaan yang dialami oleh Bpk. Donald Kolopita, seorang wasit karate asal Indonesia yang sedang mengikuti kejuaraan karate tingkat Asia di Kuala Lumpur, Malaysia. Beliau dipukuli secara membabi-buta oleh beberapa orang polisi kerajaan Malaysia tanpa alasan yang jelas. Kasus tersebut sempat mendapat perhatian luas masyarakat dan juga mendapat kecaman yang sangat keras dari pemerintah Indonesia. Ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus penganiayaan, penghinaan dan pelecehan yang menimpa WNI di Malaysia. Namun di balik citra Indonesia yang begitu buruk di mata kebanyakan warga Malaysia, tersirat sedikit rasa bangga karena ternyata musik dan film Indonesia sangat digemari di kerajaan itu. Bahkan tak jarang menimbulkan kecemburuan dari pelaku-pelaku musik dan perfilman negara tersebut karena merasa kurang diberikan kesempatan yang sama untuk tampil dan berkembang di publiknya sendiri.
Jika melihat fakta di atas, di manakah seharusnya kita (Warga Negara Indonesia) berdiri? Bagaimanakah kita memposisikan diri? Apakah kita harus menganggap Malaysia sebagai kawan atau lawan?
Dalam kaitan dengan pergaulan internasional, perjalanan Indonesia dalam meniti hubungan dengan negara-negara tetangganya seperti Malaysia, sering dihadapkan pada kerikil-kerikil tajam yang menggangu hubungan kedua negara yang katanya serumpun ini. Mulai dari sengketa wilayah, tenaga kerja Indonesia (TKI), perlakuan buruk terhadap WNI di Malaysia, klaim kepemilikan lagu, tari, batik, alat musik dan produk seni asli Indonesia lainnya, adalah beberapa isu yang membuat hubungan kedua negara ini acapkali renggang dan memanas. Setiap kali ada sesuatu yang dianggap merugikan pihak Indonesia, pasti akan diikuti reaksi keras yang cenderung anarkis dari masyarakat. Salah satu di antaranya adalah klaim negara jiran tersebut terhadap lagu rakyat Maluku yang berjudul “Rasa Sayange” yang diakui sebagai milik mereka. Lagu ini dipakai pada iklan kampanye pariwisata mereka dengan merubah lirik dan judulnya menjadi “Rasa Sayang Hey”. Contoh lain adalah kasus penganiayaan yang dialami oleh Bpk. Donald Kolopita, seorang wasit karate asal Indonesia yang sedang mengikuti kejuaraan karate tingkat Asia di Kuala Lumpur, Malaysia. Beliau dipukuli secara membabi-buta oleh beberapa orang polisi kerajaan Malaysia tanpa alasan yang jelas. Kasus tersebut sempat mendapat perhatian luas masyarakat dan juga mendapat kecaman yang sangat keras dari pemerintah Indonesia. Ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus penganiayaan, penghinaan dan pelecehan yang menimpa WNI di Malaysia. Namun di balik citra Indonesia yang begitu buruk di mata kebanyakan warga Malaysia, tersirat sedikit rasa bangga karena ternyata musik dan film Indonesia sangat digemari di kerajaan itu. Bahkan tak jarang menimbulkan kecemburuan dari pelaku-pelaku musik dan perfilman negara tersebut karena merasa kurang diberikan kesempatan yang sama untuk tampil dan berkembang di publiknya sendiri.
Jika melihat fakta di atas, di manakah seharusnya kita (Warga Negara Indonesia) berdiri? Bagaimanakah kita memposisikan diri? Apakah kita harus menganggap Malaysia sebagai kawan atau lawan?
Subscribe to:
Posts (Atom)